Maksud dan Arti Tharigat
Imamul Al Ghazali telah menempuh jalan suluk itu. Beliau berpendapat
dan berkata: Bahwa aku yakin kaum sufiyah itulah yang benar-benar telah
menempuh jalan yang dicontohkan oleh Nabi Saw yang dikehendaki oleh Allah. Dan
bahwa mendekati Allah dan mengenal-Nya, hanya dapat dicapai dan menempuh satu
jalan, yaitu Thariqat, jalan yang ditempuh oleh kaum sufi.
Kaum sufi adalah kaum yg selalu menjaga hati dari kekotoran dunia dgn
pelaksanaan ibadah yg dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Imam Syafi’i Ra. Beliau berkata: “Aku
diberi rasa cinta melebihi dunia kalian semua: “Meninggalkan hal-hal yang
memaksa, bergaul dengan sesama penuh dengan kelembutan, dan mengikuti THARIQAT
ahli tasawuf.”
Imam Abu Hambali, seorang imam mazhab dari empat mazhab terkenal,
ternyata juga seorang Mursyid THARIQAT Sufi.
Diriwayatkan oleh seorang Faqih Hanafi al-Hashkafi, menegaskan, bahwa
Abu Ali ad-Daqqaq ra, berkata, “Aku mengambil Thariqah sufi ini dari Abul Qasim
an-Nashr Abadzy, dan Abul Qasim mengambil dari Asy-Syibly, dan Asy-Syibly
mengambil dari Sary as-Saqathy, beliau mengambil dari Ma’ruf al-Karkhy, dan
beliau mengambil dari Dawud ath-Tha’y, dan Dawud mengambil dari Abu Hanifah Ra.
Sebelum belajar Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal menegaskan kepada
putranya, Abdullah ra. “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda
harus hati-hati bersama orang-orang yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena
kadang diantara mereka sangat bodoh dengan agama.” Namun ketika beliau berguru
kepada Abu Hamzah al-Baghdady as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi,
tiba-tiba dia berkata pada putranya,
“Hai anakku hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa
memberikan tambahan bekal pada kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa
takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang luhur (Allah)”.
Beliau juga mengatakan, “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih
utama ketimbang kaum Sufi.” Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering
menikmati sama’ dan ekstase ?” Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah
bergembira bersama Allah dalam setiap saat…”
Tarekat berasal dari bahasa arab thariqah, jamaknya tarâiq, yang
berarti :
(1) ‘jalan »
atau « petunjuk jalan » atau « cara » (kaifiyyah) .
(2) metode,
sistem (al-uslûb ).
(3) mazhab,
aliran, haluan (al-mazhab).
(4) keadaan
(al-halah).
(5) tiang
tempat berteduh, tongkat, payung (amud al-mizalah) .
Al-Jurjani
‘Ali Bin Muhammad Bin ‘Ali (740-816H), menulis pengertian tarekat : Metode
khusus yang dipakai oleh sâlik
(orang-orang berjalan) menuju Allãh Ta’ala melalui tahapan-tahapan melewati
maqamat-maqamat.
Kata tharaqa di dalam Al-Qur’ân yang dikaitkan dengan tarekat ; yang artinya: “Bahwasanya: Jikalau
mereka tetap berjalan lurus diatas jalan itu ( Agama Islam), benar-benar Kami
(Allãh) akan memberikan minum kepada mereka air yang segar ( rezki yang banyak)”.
Ayat yang lain yang menyebutkan kata “tharaqa” yang juga dikaitkan
dengan tarekat yaitu; Artinya: “Kami (Allãh) lebih mengetahui apa yang
mereka katakan, ketika berkata orang-orang yang paling lurus jalannya(lurus
tarekatnya) di antara mereka “Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan hanya
sehari saja”.
Tarekat adalah perjanjian seorang sâlik (orang berjalan menuju Allah
AWT atau pengikut tarekat) menuju Allah SWT dengan cara menyucikan diri atau
perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk beribadah dan mendekatkan
diri kepada Allâh S.W.T Sedekat mungkin, sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad
S.A.W, para sahabat, tabi’it tabi’in, sampai kepada para penerus dan pewaris
Nabi S.A.W.
Berkata Imam Syafii RA. Disukai bagiku dari
pada duniamu tiga perkara: Meninggalkan perkara yang membebankan diri, dan
bergaul sesama makhluk dengan lemah lembut, serta mengikuti THARIQAT jalan ahli
tasawuf. (Kitab: Kasfu al-Khafa Wa Mazilu
al-Albas).
Guru2 thariqah, bila mendapatkan karamah, justru ia akan merasa malu
kpd Allah SWT. Dia mawas diri, sebab hal itu justru merupakan salah bentuk
ujian kpdnya.
Bila seorang mursyid masyhur karen karamahnya, dia akan sngat malu kpd
Allah SWT. Krn kemasyhuran thariqat bukan menjadi tujuanya, justru menjadi
beban dan fitnah bginya.
Tarekat dipelajari bukan untuk mencari kekayaan. bukan untuk menjadi
seorang wali atau mendpatkan karamah. Lebih2 sekedar untuk memperoleh khadam.
Yang jelas tarekat-tarekat tersebut punya musalsal (silsilah) sampai
kepada Rasulullah SAW. Dan tarekat itu hakikatnya bukan ilmu
"kesaktian".
Fahamilah dan dengarlah "fatwa" dari "hati"
bahwasanya "kebenaran" adalah yg membuat hati "tenang", dan
"kesalahan" yg membuat hati "gelisah”.
Dan Janganlah membantah apa-apa yang belum jelas engkau mengetahuinya,
pelajarilah ilmu dari para ulama yang shaleh yang berakhlaq mulia, yang tidak
menyalahkan orang tanpa pengetahuan. Sadarilah bahwa Allah SWT senantiasa memberikan
PetunjukNya untuk kita semua……. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar